Loading...
Loading...
Dahulu
di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka.
Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai
jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid,
dan melakukan salat Zhuhur.
Setelah
membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di
halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman
masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia
lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan
cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat.
Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
cintarosul.com |
Banyak
pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid
memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu
datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat,
ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada
satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis
dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan
sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan
kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan
kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.
Singkat
cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu
mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua
itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang
mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan
ketika ia masih hidup.
Sekarang
ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu. "Saya
ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya
yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak
mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad.
Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat
kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi
menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan
salawat kepadanya."
Kisah
ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran, membuat bulu kuduk
saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan
cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan
hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt. Lebih
dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak
dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan
siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh saw?
Diketik
ulang dari buku "Rindu Rosul", karangan Jalaluddin Rakhmat, penerbit
Rosda Bandung, hal 31-33. cetakan pertama September 2001.
Sumber:cintarosul.com
Loading...
Anda Pasti Menangis, Ketika Selesai Membaca Kisah Nenek Pemungut Daun Ini
4/
5
Oleh
assas