Loading...
Loading...
Menjadi pasangan pengantin
baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua mempelai. Rasa bahagia
itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak mampu
menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati.
Namun
begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna
tatkala telah melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta.
Malam dimana seseorang bisa menyalurkan hasratnya melalui jalan yang
diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak sekedar kenikmatan yang
diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan lebih
bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua
mempelai manakala berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta,
sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai
pembawa syariat Islam yang sempurna.
- Sebelum bermalam pertama, sangat disukai untuk memperindah diri masing-masing dengan berhias, memakai wewangian, serta bersiwak.
- Berdasarkan sebuah hadits dari Asma’ binti Yasid radhiyallaahu ‘anha ia menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah. Kemudian diberikan kepada beliau segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminum susu tersebut dan menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah menundukkan kepalanya karena malu. Maka segeralah aku menyuruhnya untuk mengambil gelas tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR Ahmad, sanad hadits ini dikuatkan oleh Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam Adabul Zifaf].
- Adapun disunnahkannya bersiwak, karena adab yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau selalu bersiwak setiap setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan oleh Aisyah radhiyallaahu ‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat baik pula jika disertai dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi sempurnalah sebab-sebab yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis pada saat itu.
- Hendaknya suami meletakkan tangannya pada ubun-ubun istrinya seraya mendoakan kebaikan dengan doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan :
اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya (istri) dan kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallaahu ‘anhu].Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat bersama-sama.Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.
Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun membimbingku, mengatakan, ‘Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua rakaat. Mintalah perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu. “Dalam riwayat Atsar yang lain Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, perintahkan isrtimu shalat dibelakangmu.”
Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku santun kepada istrinya semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya.Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara keduanya.
Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan orang lain. Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika
istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada
tempatnya saja, yaitu kemaluan. Adapun arah dan caranya terserah yang
dia sukai. Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu
tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab
itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan
janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang
diperintahkan Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah
(seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada Allah, ketahuilah bahwa
kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
- Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan. Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah. Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallaahu ‘anhu]. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa seandainya Allah mengkaruniakan anak, maka syaithan tidak akan bisa memudharati anak tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya adalah syaithan tidak akan bias mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al Minhaj.Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat satu sama lain.Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi
apabila hendak shalat. Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau
setelah tidur. Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan
terlebih dahulu wudhu sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah bin
Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang
dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah
tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan
Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang
pula beliau hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]
Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya
diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari
kiamat adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya
memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallaahu ‘anhu]
Kesempurnaan syariat Islam ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Allah terhadap hamba-Nya melebihi perhatian hamba terhadap dirinya sendiri. Oleh karenanya, hendaklah setiap hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di atas agama allah agar dirinya selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di atas fitrah) yang Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar Rum: 30]. Allahu a’lam.
(akhwatindonesia)
Loading...
Indahnya Malam Pertama Seperti Yang Di Contohkan Rosulullah SAW…Bagaimana Caranya?
4/
5
Oleh
assas